Anak sebagai
penerus bangsa merupakan investasi masa depan suatu negara. Praktisi pendidikan
punya tanggungjawab besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, sebelum
anak mengenal pelajaran dan pengetahuan dari orang lain, peran mendidik lebih
didominasi oleh orang tua dalam keluarga. Terlebih lagi sang ibu yang punya
kontak batin dengan anak sejak dalam kandungan. Nilai-nilai agamis, sosial dan
kemanusiaan juga dikenalkan pertama kali dalam lingkup keluarga. Oleh sebab
itu, tak dapat dipungkiri lagi bahwa ibu memiliki peran vital dalam mendidik
tunas bangsa.
Namun,
kerapkali kita menemukan didikan yang tidak bertanggungjawab di luar sana.
Entah itu lewat metode kekerasan fisik, umpatan, kurang perhatian hingga
kelebihan kasih sayang. Tak jarang, perilaku-perilaku orang tua tersebut seringkali
membunuh karakter anak. Repotnya lagi, karena orang tua itu terdiri dari ayah
dan ibu maka masalah ini menjadi kian kompleks mengingat tiap pribadi punya pola
pikir yang berbeda.
Saya bukan seorang
guru sekalipun bersekolah di fakultas keguruan, saya juga bukan seorang psikolog
sekalipun mencintai dunia psikologi, tapi saya tak buta mengamati, menelaah dan
merefleksikan tiap perilaku orang dewasa di sekeliling saya dalam mendidik anak.
Sadar atau tidak sadar, tiap tutur kata dan perilaku orang tua merupakan model
serta pedoman anak dalam berperilaku.
Saya cukup
miris melihat kasus-kasus negeri ini. Ada begitu banyak intelektual muda dengan
beragam gelar menduduki tatanan pemerintahan dan memegang kendala kebijakan.
Namun apa yang terjadi, mereka bak pedang bermata ganda; mampu menjaga pun pula
mampu merusak. Sayangnya, persentase merusak lebih besar daripada persentase
menjaga. Hingga bukan suatu hal yang mengherankan negeri ini makin bobrok dari hari
ke hari.
Apa yang
salah? Apakah pendidikan ini sebegitu bobroknya? Ada masalah apa di dalam
keluarga hingga mencetak pribadi yang serakah? Semoga pertanyaan-pertanyaan ini
tak hanya menjadi renungan saya saja, tapi juga kita semua sebagai pendidik,
orang tua, orang dewasa dan calon orang tua di masa yang akan datang.
Sejatinya, anak
lahir ke dunia bak kertas putih tak bernoda. Apa yang kita torehkan, apa yang
kita ajarkan dan apa yang kita tuliskan akan membentuk karakter mereka.
Selanjutnya, karakter itulah yang nantinya akan mereka gunakan dalam menyikapi
suatu hal, menghadapi dunia dan bersosialisasi. Maka dari itu, mendidik itu
bukan hal yang dapat kita lakukan sesuka hati dan semena-mena, tetapi harus
sepenuh hati dan tak berleha-leha.
Berikut ini
adalah beberapa hal yang ingin saya lakukan ketika saya menjadi seorang ibu
suatu hari nanti agar anak saya bisa mandiri dan punya jiwa kepemimpinan:
1.
Mengafirmasi diri saya sendiri bahwa
saya itu guru pertama dan model utama anak.
Hal
ini sebagai cambuk saya untuk menjadi orang tua yang melek informasi, wawasan
dan pengetahuan sehingga dalam mendidik anak. Cambuk yang membuat saya tidak
berpatokan dengan pengalaman masa lalu atau zaman dahulu, tapi lebih pada masa
sekarang dan sifat anak itu sendiri. Selain itu, hal ini sebagai reminder saya mengaca diri apakah psikologi
saya damai atau tidak, karena di luar sana ada begitu banyak orang tua yang
berperilaku negatif kepada anak hanya sebagai pemuasan kekesalan emosi masa
lalu.
2.
Menerapkan sikap konsistensi dalam
menyampaikan aturan dan menerapkan konsistensi.
Saya
ingin jujur menjelaskan setiap aturan, kenapa harus ada aturan seperti itu seperti
ini dan apa konsekuensi yang didapat jika dilanggar. Jika aturan tersebut
berlaku di rumah, tentunya aturan tidak saya buat berdasarkan keputusan saya
dan suami, tapi juga mengikutsertakan anak dalam menciptakan aturan. Dalam hal
ini, saya melibatkan anak agar ia belajar bernegosiasi dan menjalin
kesejahteraan tak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga orang-orang di
sekelilingnya (saya, suami, kakek, nenek atau mungkin anggota keluarga yang
lain).
3.
Melatih kemandirian, kreativitas dan
inisiatif anak.
Jika
anak dihadapkan pada masalah, saya tidak akan langsung turun tangan membantu
dan menyelesaikan, tapi saya akan membiarkannya menyelesaikan masalahnya
sendiri. Saya ingin melihat sejauh mana ia sudah mandiri, kreatif berfikir dan
menciptakan inisiatif sendiri. Saya yakin jika anak mampu melakukan ini, ia
akan belajar banyak hal yang tak akan mudah ia lupakan karena ia menemukan
caranya sendiri mengatasi masalah. Kita orang tua hanya bertanggungjawab menuntun
dan mengontrolnya saja.
4.
Mengijinkan anak untuk bermain bersama
teman-temannya dan belajar bersosialisasi.
Jika
banyak orang tua takut anaknya begini begitu ketika bergaul dengan
teman-temannya, mungkin saya akan berpikir sebaliknya. Dengan senang hati saya
akan mengijinkan anak bermain dengan siapa saja agar ia mampu menelaah karakter
individu, suku, status sosial, keyakinan, adat dan kebiasaan. Selanjutnya, anak
akan menimbang dan menganalisa sendiri baik buruk suatu hal. Jangan terlalu
khawatir dan membatasi pergaulan anak. Jika anak Anda sudah Anda bekali dengan
nilai-nilai positif dari sejak dini, ia akan melesat sendiri bak anak panah. Intuisi
akan selalu mengarahkannya memilih hal-hal yang positif.
5.
Mengenalkannya pada tokoh-tokoh
berpengaruh yang bisa memberikannya wawasan.
Pengenalan
tokoh-tokoh hebat dan berpengaruh dapat dilakukan melalui media buku, video
ataupun film. Lewat pengenalan ini, anak belajar sikap-sikap positif yang
dimiliki oleh tokoh tersebut dan mengajarkannya tuk berani bermimpi dalam
menggapai cita. Jika pengenalan tokoh tersebut memungkinkan tatap muka (misalnya
tokoh masyarakat yang disegani), itu lebih baik karena anak akan melihat dan
mengamatinya secara langsung.
6.
Menumbuhkan cintanya akan tanah air.
Degradasi
cinta akan tanah air melanda putra bangsa saat ini. Hingga bukan suatu hal yang
mengherankan jika banyak orang lebih memilih luar negeri sebagai tujuan wisata,
mencintai produk dan budaya asing (misalnya Korea, Amerika, Jepang) daripada
negaranya sendiri. Bahkan, rasa bersalah pun tak ada ketika anak negeri ini
melakukan tindak korupsi di negerinya sendiri. Nah, rasa cinta tanah air inilah
yang ingin saya pupuk dalam diri anak saya nanti. Mengajaknya ke tempat-tempat
sejarah, hal-hal terkait kultur bahkan lagu-lagu daerah dan nasional dapat dijadikan
media memupuk cintanya akan tanah air. Cerita-cerita rakyat juga bisa dijadikan
pilihan. Saya ingin anak saya punya pola pikir dan pandangan yang luas seperti
negara-negara maju tapi tetap memiliki hati untuk negeri dan tanah tumpah
darahnya sendiri. Dalam hal ini, saya ingin ia belajar tuk tak lekas lupa diri.
7.
Mengajarkannya akan apa itu iman dan
pengertian takut akan Tuhan.
Hal
terkait kepercayaan dan mengakui adanya Tuhan (Pencipta semesta). Saya ingin
mengenalkan sosok yang melukis bumi, yang mengajarkan cinta akan sesama manusia
serta kunci dari setiap hati. Dengan begini, anak saya punya pedoman dan
pegangan hidup di dunia. Sekalipun ia harus jatuh, ia tetap pribadi yang kuat
karena berpegang teguh pada Pencipta, bukan saya, suami saya, atau pun
siapa-siapa. Sehingga dalam berpikir, bertutur kata dan berperilaku ia punya
rasa takut akan Tuhan yang adalah maha atas segala maha.
Itulah hal-hal
kecil yang ingin saya lakukan dan terapkan jika nantinya saya menjadi orangtua.
Mendidik memang tak semudah membalikan telapak tangan. Butuh perjuangan,
refleksi, pemahaman dan kesabaran. Saya tak ingin menjadi orang tua yang
menyesatkan, juga tak ingin menyetir kehidupan anak saya. Saya sebagai pendidik
dan orang tua hanya dititipkan Tuhan untuk menjaga dan menuntun. Soal pilihan,
cita-cita dan mau menjadi apa anak saya di kemudian hari, itu haknya sebagai
manusia. Sekali lagi saya tegaskan, anak hanya titipan Tuhan, milik Tuhan bukan
milik saya atau Anda.
Mengenai
kepemimpinan, memang ada begitu banyak pemimpin cerdas di negeri ini, tapi
sedikit pemimpin yang punya jiwa kepemimpinan, terlebih lagi untuk menjadi Servant Leader yang benar-benar melayani
dan mumpuni. Jika anak diajarkan berterima kasih, menghormati, menghargai dan
mengasihi sesama dari sejak dini, saya yakin anak Anda akan menjadi pemimpin
sejati yang memiliki dedikasi dan integritas tinggi akan negeri. Negeri ini
butuh pemimpin yang jauh dari sikap angkuh dan agresif, juga seorang pemimpin yang
memiliki kesiapan mental untuk tak hanya menerima keberhasilan, tapi juga kegagalan.
Mari berbuat suatu untuk negeri ini. #LombaBlogNUB
____________from wichan untuk http://nutrisiuntukbangsa.org
Ibu yang baik akan menurunkan sifat yang baik pula kepada anaknya, begitu ya :) .
BalasHapusKalau bisa, tak hanya ibunya saja Miz...bapaknya juga...biar lengkap n seimbang... Makasi sudah mampir baca n komen di sini, Mizz... salam kenal ya... :)
BalasHapus