Rabu, 28 Januari 2015

HIJAUKAN PERTIWI, MAJUKAN NAGARI

Bicara soal resolusi hijau, ingatan saya melambung jauh pada peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Riau, banjir besar Jakarta dan kota-kota besar lainnya, juga tanah longsor yang terjadi di Banjarnegara tahun 2014 lalu. Kita bisa melihat bagaimana media memberitakan kabut asap yang mencemari udara hingga menyebabkan masyarakat terkena ISPA dan harus dilarikan ke rumah sakit, bagaimana banjir menutupi jalanan ibukota hingga bundaran HI, juga beberapa nyawa yang hilang ketika longsor Banjarnegara. Kenapa semua bencana alam ini bisa terjadi? Tidak lain dan tidak bukan karena kita kurang menghargai dan mencintai alam. Padahal alam dan manusia tak terpisahkan, kedua-duanya saling bergantung, juga berpengaruh. Kehadirannya tak hanya berguna di masa sekarang, tapi juga bagi keberlangsungan hidup anak cucu kita.

Lelah rasanya mencari-cari siapa yang bersalah dan harus bertanggungjawab akan semua bencana tersebut. Beberapa orang berpengaruh di pemerintahan begitu pandai memainkan politik uang sehingga izin korporasi membakar hutan dirasa sah-sah saja, alih fungsi lahan resapan air di Kalimantan yang berganti perkebunan sawit, tambang-tambang yang membabi-buta, semua sepertinya bukan ancaman yang berarti bagi kelangsungan hidup manusia. Telinga dan mata seakan tuli dan buta, hanya keuntungan dan kepentingan pribadi yang jadi ambisi, sedangkan integritas dan dedikasi seolah-olah mulai tergerus di bumi pertiwi.

Sekalipun kita tahu pemerintah memegang peran penting dalam pembangunan dan kebijakan negeri, tapi tanggungjawab menjadikan negeri ini hijau seharusnya ada di pundak kita masing-masing. Kita tidak bisa menuntut dan menyerahkan tanggungjawab yang sebegitu besarnya pada bahu pemerintah saja, kita pula yang harus bahu-membahu menjalankannya, menjaganya. Tidak harus dengan melakukan hal-hal besar seperti yang dilakukan The Nature Conservancy Program Indonesia, cukup dengan mengubah gaya hidup dan paradigma itu sudah lebih dari cukup.

Mengenai gaya hidup, hal ini mungkin terdengar simpel, tapi masih sedikit sekali pribadi yang benar-benar mengerti bagaimana menghargai dan menjaga alam lewat poin ini. Bisa kita lihat nyata di sekitaran. Berapa banyak pribadi yang masih menggunakan kantong plastik ketika berbelanja? Berapa banyak pribadi yang gemar menggunakan sterofoam sebagai wadah daripada menggunakan tumbler?  Berapa banyak pemakaian air dan listrik yang begitu borosnya? Berapa banyak masyarakat yang lebih suka menggunakan motor daripada jalan kaki (padahal jarak tempuh begitu dekat)? Berapa banyak pribadi yang menghambur-hamburkan kertas? Bukankah semua itu masih kerap kita jumpai? Gaya hidup inilah yang harus kita ubah perlahan-lahan. Biasakan sikap cerdas di keseharian seperti menggunakan tas ramah lingkungan ketika berbelanja, mencuci dengan detergen bersoftener untuk mengurangi penggunaan air, mobilisasi dengan kendaraan umum, memisahkan sampah organik dan non-organik, mendaur ulang barang bekas, lebih mengutamakan ventilasi daripada AC, dsb. Sadar atau tidak, dengan menjalankan gaya hidup ini, kita sudah meringankan beban pemerintah menghijaukan negeri ini.

Lalu bagaimana dengan paradigma? Ranah satu ini memang agak sulit diubah karena memang membutuhkan waktu yang relatif panjang. Paradigma masyarakat yang masih banyak berorientasi pada manusia saja, harus diganti dengan lebih berorientasi pada alam. Ubahlah paradigma bahwa alam bukan bahan baku penghasil uang melainkan teman hidup di planet bumi. Dengan begitu, setiap pengelolaan sumber daya alam dan penggunaan teknologi akan lebih ramah lingkungan. Saya yakin, hal ini akan menjadikan siapa saja berlaku lebih arif dan bijaksana sehingga pemandangan seperti pembuangan sampah di sungai, penebangan liar, konflik gajah dengan manusia, pencemaran sungai dan lautan tak lagi menghiasi media. Kita juga tidak perlu malu lagi dengan negeri tetangga terkait polusi udara. Dengan benar-benar memahami poin ini, melihat pertiwi hijau itu tak lagi sebuah mimpi atau ilusi.

Lebih baik lagi jika resolusi hijau lewat gaya hidup dan paradigma ini ditanamkan di segala institusi pendidikan, korporasi dan komunitas. Wah, kebayang kan kekuatannya, pasti akan memberikan pengaruh yang begitu besar bagi alam nusantara. Kurikulum pendidikan yang mengutamakan alam sebagai media pembelajaran akan memupuk cinta anak pada semesta. Begitu pula dengan program-program lingkungan di korporasi dan komunitas, pasti akan menumbuhkan rasa peduli lingkungan hijau dalam diri para karyawan dan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Jika semua ini bisa dipupuk dan terus dipupuk, saya yakin kecintaan manusia pada alam akan mengalir dan mendarahdaging dengan sendirinya di dalam setiap individu dan keluarga. Selanjutnya, pekerjaan The Nature Conservancy Program Indonesia pun akan terasa lebih ringan karena mereka tidak jalan sendirian.

Selain itu, metode paling mudah terjun langsung menjalankan resolusi hijau tahun 2015 adalah dengan menggalakkan besar-besaran penanaman pohon yang mampu mengikat polutan seperti pohon trembesi, flamboyan, bungur dan mahoni di sepanjang jalan perkotaan dan lintas kota. Selain mampu menyerap karbondioksida, pohon-pohon ini juga sumber peneduh dan mampu menciptakan nilai estetika tersendiri. Khusus bagi mereka yang sudah mempunyai hunian, bisa dengan memberikan seminar terkait flora-flora yang mampu memfilter udara seperti aloevera, areca palm, chinese evergreen, english ivy, golden pothos (sirih belanda), marginata, pakis boston, peace lily, sanseviera, dan spider plant (lili paris). Resolusi hijau juga bisa dijalankan melalui kerjasama dengan para planolog terkait penataan kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan spesies tanaman dan sanitasi yang baik akan turut membantu menghijaukan kota. Spesies tanaman sejenis tabebuia aurea (yang mirip sakura), petunia, anggrek dan bougenvil akan sangat membantu memperindah penghijauan kota. Sedangkan bagi para masyarakat pedesaan, galakkan saja kebun raya mini, khususnya bagi desa-desa yang mempunyai ciri khas flora-flora yang bisa dijadikan objek wisata, seperti Desa Stroberi Pandanrejo Bumiaji di Batu Malang. Tak hanya lingkungan hijau dan sehat, tapi pundi-pundi dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat. 

Semoga pengharapan akan Indonesia yang lebih baik ini tidak terhalangi tumpang tindihnya kebijakan dan kewenangan para pejabat pemerintahan, saya berharap sekali penegakan hukum di negeri ini lebih mengedepankan efek jera bagi penjahat-penjahat lingkungan, dan yang paling penting pembangunan ekonomi di negeri ini tidak mengabaikan kelestarian alam. Penggalakan investasi pada ilmu pengetahuan dan riset-riset yang mampu memperkaya bentang alam negeri ini pasti juga akan bermanfaat dan menghasilkan buah di kemudian hari. Tak harus negeri orang kan yang mengeksplorasi kekayaan alam bumi pertiwi? Anak-anak Indonesia juga tak kalah mumpuni. Mari bersama-sama kita hijaukan pertiwi lewat aksi agar majulah bangsa ini dari hari ke hari. Mari kita bahu-membahu membantu The Nature Conservancy Program Indonesia untuk membuktikan bahwa hijau negeri ini bukanlah sebuah halusinasi. Salam lestari! Salam bumi nagari!

sumber foto: www.flickr.com