Jumat, 27 September 2013

___Tapak-Tapak Kaki___

Menanggapi undangan interview, kaki ini melangkah menaiki shelter trans Jogja dan menanti bus di sana. Bermodal ancer-ancer dari Uchi, ku coba melangkah menuju Wirobrajan. Dahulu ku bertanya tiap kali menaiki trans Jogja jalur 2B menuju Gereja Kidul Loji, sampai dimanakah trayek jurusan ini? Namun, kini ku tahu sendiri….ternyata hanya memutar arah melewati SMAN 1 Wirobrajan (jadi teringat perjuangan bagaimana upayaku tuk bisa pulang dari Westprog menuju Mrican dulu, sebuah perjuangan yang melahirkan tragedi).

Setibanya di shelter Wirobrajan, aku pun menepi, berjalan ke arah selatan menuju ke barat on foot. Sempat ragu waktu itu. Walhasil, aku bertanya pada bapak paruh baya yang duduk di warung cilik (mirip angkringan). Bapak itu bilang benar jalannya, ke barat dulu terus ke selatan. Sempat menawarkan jasa ojek juga itu Bapak, tapi entah kenapa…saya menolaknya dengan halus, berterima kasih dan pamit pergi. Melangkahlah kakiku menuju barat. Jalan lumayan jauh dan tak bertemu-temu plang yang menandakan IKIP PGRI, aku memilih tuk bertanya pada seorang Ibu berumur sekitar 60 tahun. Ibu itu ramah sekali, ia menjawab pertanyaanku dengan sabar dan lembut hati…sempat menyentuh dan mengusap bahuku lagi. Melihat mata dan hati ibu yang mulia itu, dengan sepenuh hati aku mengucapkan terima kasih dalam bahasa Jawa Krama lalu melanjutkan perjalananku.

Banyak hal yang ku amati. Serasa mengulang masa lalu tatkala aku buta jalan dan arah pulang dari mengantar obat si Mbah di Westprog, serasa mengulang masa lalu tatkala aku mengantarkan Mbak Shanti pulang menuju Ciamis yang ternyata kita salah jalan karena bus gede gak lewat situ, serasa mengulang masa lalu tatkala aku, Nana, Odha, Mas We datang melayat bibinya Bertha ke PUKJ. Semua bak snapshot-snapshot yang berputar secara bergantian menemani langkahku. Karena aku berjalan di sisi kiri jika dari timur, mataku dihiasi pemandangan buruh-buruh beras. Baru tahu aku kalau di sana banyak gudang beras. Ada juga sepeda-sepeda loak yang dijejer, dipajang dan dijual sepanjang jalan. Dengan berjalan kaki inilah ingatanku tentang lokasi Hellen Keller kembali. Ternyata ia tak terletak di PU Yogya tapi Wirobrajan. Sekalipun banyak becak yang lalu lalang ketika ku berjalan, hati dan logika ini kompak untuk jalan kaki, hemat biaya mengingat ibu dan adik yang berjuang untukku di seberang sana.

Tatkala aku melihat plang PUKJ dengan panah menuju ke selatan, hati dan otak memerintahkan kakiku bersiap tuk belok ke kanan. Penasaran kenapa hati dan otakku berkata demikian, mataku sibuk mencari apa benar ini jalan menuju IKIP PGRI. Ternyata tak ada yang menandakan IKIP PGRI menuju ke selatan, tapi jalannya tertulis benar Jl. IKIP PGRI. Dengan penuh PeDe dan tanda tanya yang kadarnya sama-sama fifty fifty, ku lanjutkan perjalanan menuju ke selatan. Gereja sudah kulewati, PUKJ juga sudah, bangunan gede yang berplang mirip DAGADU juga sudah. Di kejauhan kira-kira 10 meter, terlihat banyak pekerja dan buruh, ada yang menggunakan mobil dorong kecil seperti di Lottemart juga dan semuanya adalah pria…jeng-jeng. Aku agak takut waktu itu, tapi ku bawa santai dan benar ternyata, mereka tak mengganggu, cuma suit2 layaknya kebiasaan pria melihat seorang perempuan jalan sendirian, aku pun berlalu. Karena desakan otakku yang bertanya mereka ini buruh dan pekerja apa, mataku pun melirik ke kiri dan ku lihat di sana banyak tumpukan keramik-keramik yang siap dipasarkan. “Ternyata di sini ta gudangnya”, otakku menyimpulkan. Jauhhh aku berjalan, akhirnya ketemu juga tu ma IKIP PGRI. Masalahnya…ane indak melihat jalan menuju ke selatan di sana..jeng-jeng… “Ini aku salah jalan indak ta?”, protes otakku waktu itu. Ku amati sekelilingku, indak ada orang yang bisa ku tanya. Walhasil, aku menyebrang ke barat dan berharap mbak yang sedang parkir dan sms tahu jawaban pertanyaan yang bakal ku tanya. Melihat dirinya yang lagi sibuk, aku urung bertanya dan berganti target yakni bapak becak yang lagi duduk santai. Bapak itu pun memberitahu di mana Soboman dan memintaku untuk ke jalan kecil menuju selatan. Aku pun mengucapkan terima kasih dan bergegas menuju ke sana. Kata hatiku mata bapak itu berkata jujur. Berjalanlah aku menuju ke selatan, mendapati dua pohon randu besar di sisi kiri, berjalan lurus dan lurus sampai tiba di perempatan dan aku kebingungan. Karena keadaan perutku yang lapar. Alhasil, berhentilah aku memesan semangkuk mie ayam. Sambil menikmati mie ayam, pikiranku jauh melambung tinggi seolah marah dan ingin berteriak “Mau berkembang aja susahnya, Tuhan..Tuhan”. Kemudian, di warung mie ayam itulah aku mendapatkan sedikit clue untuk sampai tujuan. Berdasarkan pembeli mie ayam lainnya, Perum Kuantan Soboman (petunjuk sms dari panitia ART JOGJA yang belakangan aku tahu ternyata itu sms dari Manager Expo) itu tidak begitu jauh dari warung mie ayam. Aku pun berbalik arah dan memutar jalan, mencoba mengamati seksama jalan yang ku lewati tadi. Ku dapati mas yang sedang duduk di atas motor gede dengan tampang behhh kacamata reben badan gede…bak polisi tahanan…tapi ternyata hatinya baik euyyy…indak segan-segan kasih informasi cuma-cuma. Karena masnya bukan asli orang daerah situ, dia pun menyarankanku bertanya pada ibu pemilik warung di seberang kami. Ku coba menuruti sarannya dan ternyata kantor ART JOGJA Soboman itu sebelahnya (jadi teringat penglihatan pertama tadi waktu melewati jalan ini…bangunan ini memang membuat curiosityku naik). Mas kacamata reben sempat bertanya padaku seolah-olah dia juga ingin tahu di mana kantor Soboman ART JOGJA. Setelah ku beritahu kantor tersebut berada tepat di sebelah warung, dia hanya bilang “oalah….” sambil tersenyum. Tanpa pikir panjang, bergegas aku mengucapkan terima kasih tuk kesekian orang yang ku mintai informasi dan beranjak pergi.

Hijaunya rumput jepang dan indahnya tanaman hias di sana telak menghipnotis mata dan jiwaku. Aku hanya berjalan sambil tersenyum waktu itu. Sesekali aku melirik aktivitas di balik kaca untuk memastikan benar ini kantornya, tapi aku gagal. Ada kayu-kayu putih yang menghalangi pandanganku. Hanya satu mobil putih dan beberapa motor yang ku dapati di area taman. Melihat gelagatku yang ragu, seorang laki-laki berkaos abu-abu tersenyum padaku. Tak ingin ku lewatkan begitu saja hospitality laki-laki itu, aku pun tak segan bertanya apakah ini benar kantor ART JOGJA. Lega itu hadir begitu saja ketika laki-laki itu menjawab “Iya…mau interview ya? Di lantai dua ya…” (kalo di komik-komik, ekspresi wajahku ga lagi berkeringat kali ya..hee….) Dengan PeDenya aku memberanikan diri masuk bangunan unik itu. Tampak beberapa karyawan sibuk dengan kerjaan mereka masing-masing di meja kerja. Belakangan aku tahu ternyata kayu putih yang menutupi pandanganku tadi maha karya seni. Sambil melemparkan senyum ku coba menyapa mbak karyawan yang duduk paling ujung dan permisi mau interview. Mbak itu pun mempersilakanku naik ke lantai 2. Kaki ini melangkah menaiki tangga semen yang cat putihnya masih jelas baru dan hatiku meloncat-loncat girang ketika menapakan kaki di lantai kayu. Uihhhh…ini cool! (maklum ya…saya suka sekali dengan lantai kayu…itu adem…tenang…artistik…hehee…). Ada sosok mbak cantik yang kemudian datang melayani dan mempersilakanku mengisi buku tamu. Ia juga mempersilakanku membaca katalog yang tersedia di meja. Sekitar 3-4 orang bekerja seperti orang-orang di lantai 1, tampak juga sosok laki-laki berbaju merah yang sedang diinterview. Kali ini otakku memilih membaca buku katalog di meja bundar itu. Berteman kursi merah minimalis, aku membaca secuil tentang seni, lukisan dan maha karya anak pribumi. Sesekali pandanganku ku alihkan pada dinding dan ornamen-ornamen di sekelilingku. Ada lukisan abstrak gede dengan titik hitam, putih dan abu-abu di sisi kananku, ada jendela kaca berbingkai putih dengan anginnya yang semilir memanjakanku, aku juga bisa melihat langit biru dari kaca itu, tepat di belakangku, ada dapur kecil minimalis untuk memasak dan menyeduh kopi/teh/kawanannya, lalu ku tengadahkan kepalaku, terlihat lampu neon spiral bertudung merah yang tak bernyala. Aku hanya tersenyum kecil ketika melihat benda-benda itu. Unik, cantik, simpel. Ku lirikan pandanganku ke sisi kiri dan ternyata mbak yang menyambutku tadi (belakangan aku tahu namanya Mbak Pipit) diam-diam mengamatiku. Mungkin dia heran melihat tingkah polahku..heee… Begitulah aku ketika bertemu dengan unsur-unsur seni, Mbak…hee…. Kemudian aku balas senyum dan melanjutkan bacaanku. Banyak nama-nama seniman yang asing di telingaku dalam buku itu. Namun ku coba pahami satu per satu sampai waktuku dipanggil interview.

Ketika interview, aku begitu tenang sekali menjawab tiap pertanyaan. Aku begitu tenang ketika menghadapi pertanyaan ujian, bahkan ketika diminta presentasi diri menggunakan bahasa Inggris. Aku bahkan berani berani bertanya balik dan bercanda pada mas manager dan mbak Pipit itu. Serasa aku tak sendiri, apalagi ketika melihat banyak unsur alam yang menemani. Semuanya bisa ku jalani dan ku lewati. Aku hanya sedikit gagap ketika harus simulasi If I were a guide for a collector. Behh…agak kikuk dah…secara, aku indak tahu harga lukisan/karya. Rabu, 12 Juni 2013….terima kasih Tuhan untuk pengalaman ini….terima kasih aku boleh mengenal seni….lelah jalan kaki dan lecet kakiku serasa terbayar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar