Bicara soal resolusi hijau,
ingatan saya melambung jauh pada peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di
Riau, banjir besar Jakarta dan kota-kota besar lainnya, juga tanah longsor yang
terjadi di Banjarnegara tahun 2014 lalu. Kita bisa melihat bagaimana media
memberitakan kabut asap yang mencemari udara hingga menyebabkan masyarakat
terkena ISPA dan harus dilarikan ke rumah sakit, bagaimana banjir menutupi jalanan
ibukota hingga bundaran HI, juga beberapa nyawa yang hilang ketika longsor
Banjarnegara. Kenapa semua bencana alam ini bisa terjadi? Tidak lain dan tidak
bukan karena kita kurang menghargai dan mencintai alam. Padahal alam dan
manusia tak terpisahkan, kedua-duanya saling bergantung, juga berpengaruh. Kehadirannya
tak hanya berguna di masa sekarang, tapi juga bagi keberlangsungan hidup anak
cucu kita.
Lelah rasanya mencari-cari
siapa yang bersalah dan harus bertanggungjawab akan semua bencana tersebut. Beberapa
orang berpengaruh di pemerintahan begitu pandai memainkan politik uang sehingga
izin korporasi membakar hutan dirasa sah-sah saja, alih fungsi lahan resapan
air di Kalimantan yang berganti perkebunan sawit, tambang-tambang yang
membabi-buta, semua sepertinya bukan ancaman yang berarti bagi kelangsungan
hidup manusia. Telinga dan mata seakan tuli dan buta, hanya keuntungan dan
kepentingan pribadi yang jadi ambisi, sedangkan integritas dan dedikasi seolah-olah
mulai tergerus di bumi pertiwi.
Sekalipun kita tahu pemerintah
memegang peran penting dalam pembangunan dan kebijakan negeri, tapi
tanggungjawab menjadikan negeri ini hijau seharusnya ada di pundak kita
masing-masing. Kita tidak bisa menuntut dan menyerahkan tanggungjawab yang
sebegitu besarnya pada bahu pemerintah saja, kita pula yang harus bahu-membahu
menjalankannya, menjaganya. Tidak harus dengan melakukan hal-hal besar seperti
yang dilakukan The Nature Conservancy Program Indonesia, cukup dengan mengubah
gaya hidup dan paradigma itu sudah lebih dari cukup.
Mengenai gaya hidup, hal ini
mungkin terdengar simpel, tapi masih sedikit sekali pribadi yang benar-benar
mengerti bagaimana menghargai dan menjaga alam lewat poin ini. Bisa kita lihat
nyata di sekitaran. Berapa banyak pribadi yang masih menggunakan kantong
plastik ketika berbelanja? Berapa banyak pribadi yang gemar menggunakan
sterofoam sebagai wadah daripada menggunakan tumbler? Berapa banyak pemakaian air dan listrik yang
begitu borosnya? Berapa banyak masyarakat yang lebih suka menggunakan motor
daripada jalan kaki (padahal jarak tempuh begitu dekat)? Berapa banyak pribadi
yang menghambur-hamburkan kertas? Bukankah semua itu masih kerap kita jumpai? Gaya
hidup inilah yang harus kita ubah perlahan-lahan. Biasakan sikap cerdas di
keseharian seperti menggunakan tas ramah lingkungan ketika berbelanja, mencuci
dengan detergen bersoftener untuk mengurangi penggunaan air, mobilisasi dengan
kendaraan umum, memisahkan sampah organik dan non-organik, mendaur ulang barang
bekas, lebih mengutamakan ventilasi daripada AC, dsb. Sadar atau tidak, dengan
menjalankan gaya hidup ini, kita sudah meringankan beban pemerintah
menghijaukan negeri ini.
Lalu bagaimana dengan
paradigma? Ranah satu ini memang agak sulit diubah karena memang membutuhkan
waktu yang relatif panjang. Paradigma masyarakat yang masih banyak berorientasi
pada manusia saja, harus diganti dengan lebih berorientasi pada alam. Ubahlah
paradigma bahwa alam bukan bahan baku penghasil uang melainkan teman hidup di planet bumi. Dengan begitu, setiap
pengelolaan sumber daya alam dan penggunaan teknologi akan lebih ramah
lingkungan. Saya yakin, hal ini akan menjadikan siapa saja berlaku lebih arif
dan bijaksana sehingga pemandangan seperti pembuangan sampah di sungai, penebangan
liar, konflik gajah dengan manusia, pencemaran sungai dan lautan tak lagi
menghiasi media. Kita juga tidak perlu malu lagi dengan negeri tetangga terkait
polusi udara. Dengan benar-benar memahami poin ini, melihat pertiwi hijau itu
tak lagi sebuah mimpi atau ilusi.
Lebih baik lagi jika resolusi
hijau lewat gaya hidup dan paradigma ini ditanamkan di segala institusi
pendidikan, korporasi dan komunitas. Wah, kebayang kan kekuatannya, pasti akan
memberikan pengaruh yang begitu besar bagi alam nusantara. Kurikulum pendidikan
yang mengutamakan alam sebagai media pembelajaran akan memupuk cinta anak pada
semesta. Begitu pula dengan program-program lingkungan di korporasi dan
komunitas, pasti akan menumbuhkan rasa peduli lingkungan hijau dalam diri para
karyawan dan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Jika semua ini bisa dipupuk
dan terus dipupuk, saya yakin kecintaan manusia pada alam akan mengalir dan mendarahdaging dengan
sendirinya di dalam setiap individu dan keluarga. Selanjutnya, pekerjaan The Nature Conservancy Program Indonesia pun akan terasa lebih ringan karena mereka
tidak jalan sendirian.
Selain itu, metode paling mudah
terjun langsung menjalankan resolusi hijau tahun 2015 adalah dengan
menggalakkan besar-besaran penanaman pohon yang mampu mengikat polutan seperti pohon trembesi, flamboyan, bungur dan mahoni di sepanjang jalan perkotaan dan
lintas kota. Selain mampu menyerap karbondioksida, pohon-pohon ini
juga sumber peneduh dan mampu menciptakan nilai estetika tersendiri. Khusus
bagi mereka yang sudah mempunyai hunian, bisa dengan memberikan seminar terkait
flora-flora yang mampu memfilter udara seperti aloevera, areca palm, chinese
evergreen, english ivy, golden pothos (sirih belanda), marginata, pakis boston,
peace lily, sanseviera, dan spider plant (lili paris). Resolusi hijau juga bisa
dijalankan melalui kerjasama dengan para planolog terkait penataan kota. Ruang
Terbuka Hijau (RTH) dengan spesies tanaman dan sanitasi yang baik akan turut
membantu menghijaukan kota. Spesies tanaman sejenis tabebuia aurea (yang mirip
sakura), petunia, anggrek dan bougenvil akan sangat membantu memperindah
penghijauan kota. Sedangkan bagi para masyarakat pedesaan, galakkan saja kebun
raya mini, khususnya bagi desa-desa yang mempunyai ciri khas flora-flora yang bisa dijadikan
objek wisata, seperti Desa Stroberi Pandanrejo Bumiaji di Batu Malang. Tak hanya lingkungan hijau dan sehat, tapi pundi-pundi dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat.
Semoga pengharapan akan Indonesia
yang lebih baik ini tidak terhalangi tumpang tindihnya kebijakan dan kewenangan
para pejabat pemerintahan, saya berharap sekali penegakan hukum di negeri ini
lebih mengedepankan efek jera bagi penjahat-penjahat lingkungan, dan yang paling
penting pembangunan ekonomi di negeri ini tidak mengabaikan kelestarian alam. Penggalakan
investasi pada ilmu pengetahuan dan riset-riset yang mampu memperkaya bentang
alam negeri ini pasti juga akan bermanfaat dan menghasilkan buah di kemudian
hari. Tak harus negeri orang kan yang mengeksplorasi kekayaan alam bumi
pertiwi? Anak-anak Indonesia juga tak kalah mumpuni. Mari bersama-sama kita hijaukan
pertiwi lewat aksi agar majulah bangsa ini dari hari ke hari. Mari kita bahu-membahu membantu The Nature Conservancy Program Indonesia untuk membuktikan bahwa hijau negeri ini bukanlah sebuah halusinasi. Salam lestari! Salam bumi nagari!
sumber foto: www.flickr.com
sumber foto: www.flickr.com