Ada begitu banyak profesi di
negeri ini. Mulai dari profesi yang berpenghasilan pas-pasan hingga
berpenghasilan tinggi. Namun, jika kita telaah secara garis besar, semua
profesi yang seluas langit dan sedalam lautan itu terbagi dari dua hal dasar
yakni freelancer (pekerja lepas) dan fulltimer (pekerja tetap). Berbicara
mengenai kedua hal ini, muncul beragam stigma di masyarakat yang dominan
menganggap freelancer sebagai profesi
tak mapan dan tak punya jaminan masa depan. Apakah benar demikian? Mari kita
kupas satu per satu.
Freelancer. Mendengar kata ini,
persepsimu (jika berpola pikir negatif) mungkin akan dekat dengan gambaran
seseorang yang hidupnya tak teratur, tak jelas, seenaknya, tak mau diatur.
Namun, jika berpola pikir positif, persepsimu akan meloncat jauh menuju sosok
seseorang yang bahagia, bebas dan mandiri. Pekerjaan freelancer merupakan jenis pekerjaan yang lebih fleksibel dan adjustable, bisa mengambil cuti/waktu
liburan kapan saja, tidak terikat jam kantor, tidak memakan waktu untuk
bekerja, bahkan para pekerja yang berkecimpung di dunia ini dapat melakukan
beberapa jenis pekerjaan sekaligus. Namun, perlu dicatat, kelemahan dari freelancer yakni ketidakstabilan
pemasukan serta tak ada tunjangan kesehatan, asuransi, bonus dan jatah cuti.
Jadi, sukses bekerja sebagai seorang freelancer
tergantung dari manajemen waktu dan kedisiplinan dirimu sendiri. Di balik
itu semua, sebenarnya freelancer memiliki
beragam kelebihan. Dari segi finansial, freelancer memiliki pendapatan yang lebih besar antara 20-80%
dibandingkan dengan pekerja tetap. Dari segi pengalaman kerja, freelancer pasti memiliki segudang
pengalaman karena cenderung menghadapi kesempatan kerja di sektor yang berbeda.
Dari segi
lokasi kerja, freelancer bisa
memilih lokasi pekerjaan yang diinginkan sedangkan fulltimer harus mengikuti kebijakan dan penempatan dari perusahaan.
Terakhir dari segi fleksibilitas, freelancer
lebih punya waktu dibandingkan fulltime.
Hal ini membuat freelancer lebih
memiliki kebebasan untuk mengerjakan hobi, minat, bahkan aktivitas sosial
spiritual.
Berikutnya fulltimer. Pekerjaan ini identik dengan rutinitas, hal yang
monoton, tak bisa cuti semena-mena, pokoknya semua serba diatur (ini jika kamu
berpola pikir negatif). Lain halnya jika kamu berpola pikir positif, fulltimer memiliki masa depan yang
jelas, jaminan hari tua, asuransi dan kesehatan, dan yang paling penting ada
pendapatan pasti di tiap bulannya. Catatan kecil saja, tak bisa dipungkuri
bahwa kelemahan fulltimer memang tak
bisa bekerja dan mengambil cuti seenaknya, mengharuskan konsistensi pekerja
dalam perusahaan. Namun, pada kenyataannya freelancer
juga menyimpan banyak kelebihan di antaranya dapat mengeksplorasi hal-hal baru,
sebagai wadah mencurahkan dedikasi bahkan menempuh jenjang karir; yang jika
beruntung, membawa pada jabatan/posisi yang tinggi pula.
Sejatinya, baik itu freelancer maupun fulltimer adalah pekerjaan yang sama-sama baik. Namun, apabila
terkait hal cocok atau tidak, itu tergantung dari individu yang menjalani.
Kepribadian, intelegensi, pengalaman, prinsip, lingkungan dan mindset merupakan beberapa faktor yang
menentukan seseorang memilih bekerja sebagai freelancer atau fulltimer.
Ada individu yang membutuhkan keteraturan, kepastian dan rutinitas dalam hidup,
sehingga individu-individu dengan tipe kepribadian yang seperti ini lebih
memilih bekerja sebagai fulltimer.
Sedangkan ada pula individu yang tidak suka keterikatan, menyukai perubahan,
cepat bosan dan tidak suka bekerja di satu tempat, sehingga tipe-tipe individu
seperti ini lebih memilih profesi sebagai freelancer.
Jadi, jika ada pendapat yang menyatakan freelancer
itu profesi tak mapan, jangan lekas mengutarakan pendapat senada karena
profesi itu seperti baju; berlaku relatif, cocok dipakai si A belum tentu cocok
dipakai si B, si C, si D dst. Tergantung bagaimana individu tesebut menjalani
dan menyikapi profesi pilihan mereka (mengingat tiap profesi punya risikonya
sendiri). Ada individu yang pintar memanfaatkan kesempatan kerja freelancer sebagai peluang bisnis
sekaligus memperluas link bisnis hingga menjadikannya orang yang mampu meraup
penghasilan di atas gaji karyawan. Namun ada juga individu yang cerdas
mengoptimalisasi potensi diri sebagai fulltimer
sehingga ia menjabat kursi sebagai Direktur perusahaan. Namun tak jarang
pula beberapa fulltimer merasa
tercekik jam kerja sehingga karier pun kandas di tengah jalan. Nah, sudahkah
kamu mengerti passion-mu dan
memikirkan pekerjaan apa yang cocok untukmu selepas kuliah nanti? Tak ada
salahnya jika kamu merancangnya kini.
dari wichan untuk studyinjogja.com